KENYATAAN
DIBALIK MARAKNYA
SEKOLAH
BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas Profesi Kependidikan
BKK
Pendidikan Administrasi Perkantoran Pendidikan Ekonomi
Disusun
Oleh :
1.
Mahmud Yunus SetiawanK7409100
2.
Angga Sukma Gilang K7410015
3.
Arwan Gunawan K7410029
4.
Beti Liana Sari K7410036
5.
Dilla Octavianingrum K7410051
6.
Dita Respati K7410052
7.
Dyah Budi Lestari K7410057
8.
Dyan Pujiastuti K7410060
9.
Hardintya Rizka Transpawa K7410087
10.
Novian Doni Mahendra K7410125
11.
Pramudita Permata Christie K7410143
12.
Septian Nico Pradhana K7410174
13.
Yulia Wahyu Andika K7410199
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat, hidayat,
dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Selain
itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, Dosen Pembimbing,
rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu kami dalam, menyelesaikan
makalah ini.
Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI) merupakan sekolah yang menjadi favorit dari orang tua
siswa. Banyak orang tua siswa menganggap bahawa Sekolah Bertaraf Internasioanal
merupakan sekolah terbaik yang akan menjadikan anak mereka menjadi anak yang
cerdas dan tentunya memiliki akhlak yang mulia.
Dalam makalah
ini, penulis akan mencoba membahas tentang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
secara lebih mendalam. Baik itu dari segi arti, syarat, sarana dan prasarana,
pelaksanaan , maupun hal yang launnya yang berhubungan dengan Sekolah Bertaraf
Internasional.
Penulis berharap
bahwa makalah ini akan bisa memberikan gambaran tentang apaka itu Sekolah
Bertaraf Internasional (SBI). Sehingga dapat berguna baik bagi orang tua siswa
maupun bagi semua praktisi pendidikan.
Amin.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
SBI
adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar
nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf internasional sehingga
lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
Secara teoritis dan idealis SBI dalam melakukan
kegiatan pembelajaran berbeda dengan sekolah – sekolah biasa. Di sekolah
bertaraf internasional guru maupun siswa diwajibkan untuk menguasai bahasa
asing ( inggris ) dan teknologi informasi dan komunikasi.
Namun dalam kenyataannya masih banyak kejanggalan –
kejanggalan yang terjadi dalam pelaksanaan sekolah bertaraf internasional, baik
itu dari segi guru, kurikulum, managemen maupun sarana dan prasarananya.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, penulis akan mencoba
mengangkat masalah tentang :
1.
Bagaimana
pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang ideal ?
2.
Bagaimana
pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang riil di lapangan ?
3. Bagaimana
Masalah – masalah yang dihadapi pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang
riil di lapangan ?
4. Bagaimana solusi
untuk memecahkan Masalah – masalah yang dihadapi pelaksanaan Sekolah Bertaraf
Internasional yang riil di lapangan ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
gambaran tentang sekolah bertaraf internasional.
2.
Untuk mengetahui
tentang bagaimana pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang ideal.
3. Untuk mengetahui
tentang bagaimana pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang riil di lapangan
4. Untuk memberikan
gambaran kepada orang tua siswa / semua praktisi pendidikan tentang sekolah
bertaraf internasional.
D. Manfaat
1.
Dapat mengetahui
gambaran tentang sekolah bertaraf internasional.
2.
Dapat mengetahui
tentang bagaimana pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang ideal.
3. Dapat mengetahui
tentang bagaimana pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang riil di
lapangan
4. Dapat memberikan
gambaran kepada orang tua siswa / semua praktisi pendidikan tentang sekolah
bertaraf internasional
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN SBI
SBI adalah sekolah nasional yang
menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP)
Indonesia dan bertaraf internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan
daya saing internasional.
Dengan pengertian ini, SBI dapat
dirumuskan sebagai berikut :
SBI = SNP + X
Di mana SNP adalah standar nasional
pendidikan (SNP) yang meliputi : kompetensi llulusan, isi proses, pendidik dan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, dana, pengelolaan, dan penilaian;
dan X merupakan penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman
melalui adapsi atau adopsi terhadap standar pendidikan, baik dari dalam maupun
luar negeri, yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara
internasional.
Lulusan SBI diharapkan, selain menguasai
SNP di Indonesia, juga menguasai kemampuan-kemampuan kunci global agar setara
dengan rekannya dari negara-negara maju. Untuk itu pengakraban peserta didik
terhadap nilai-nilai progresif yang diunggulkan dalam era global perlu
digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan SBI. Nilai-nilai progresif
tersebut akan dapat mempersempit kesenjangan antara Indonesia dengan
negara-negara maju, khususnya dalam bidang ekonomi dan teknologi. Perkembangan
ekonomi dan teknologi sangat tergantung pada penguasaan disiplin ilmu keras (
hard science ) dan disiplin ilmu lunak ( soft science ). Disiplin ilmu keras (
hard science ) meliputi matematika, fisika,kimia, biologi, astronomi, dan
terapannya yaitu teknologi komunikasi, transportasi, manufaktur, konstruksi,
bio energi, dan bahan. Disiplin ilmu lunak ( soft science )meliputi sosiologi,
ekonomi, bahasa asing ( Inggris utamanya), dan etika global.
B.
VISI,
MISI DAN TUJUAN SBI
Mengacu pada visi pendidikan nasional
dan visi Depdiknas, maka visi SBI adalah “terwujudnya insan Indonesia yang
cerdas dan kompetitif secara internasional”. Visi tersebut memiliki implikasi
bahwa penyiapan manusia Indonesia yang memiliki kompetensi bertaraf
internasional memerlukan upaya-upaya yang dilakukan secara intensif terarah,
terencana, dan sistematik agar dapat mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera,
damai, dihormati, dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain.
Berdasarkan visi tersebut, maka misi SBI
adalah mewujudkan manusia Indonesia cerdas dan kompetitif secara internasional,
yang mampu bersaing dan berkolaborasi secara global.
Penyelenggaraan SBI bertujuan untuk
menghasilkan lulusan yang berkelas nasional dan internasional sekaligus.
Lulusan yang berkelas nasional secara jelas telah dirumuskan dalam UU No.
20/2003 dan dijabarkan dalam PP 19/2005, dan lebih dirincikan lagi dalam
Permendiknas No. 23/2006 tentang standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang bunyinya
sebagai berikut :
Pendidikan dasar bertujuan untuk
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan
ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Perlu dicatat bahwa sebagai upaya untuk
mengembangkan pendidikan bertaraf internasional, BSI harus tetap memegang teguh
untuk mengembangkan jati diri / nilai-nilai bangsa Indonesia.
C.
STANDAR
SBI
Mengingat SBI merupakan upaya sadar,
intens, terarah, dan terencana untuk mewujudkan citra manusia ideal yang
memiliki kemampuan dan kesanggupan hidup secara lokal, regional, nasional, dan
global. Maka perlu dirumuskan rumus SBI yang meliputi output, proses, dan
input.
Pertama, output / lulusan SBI memiliki
kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang
ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan
kunci yang diperlukan dalam era global.
Kedua, proses penyelenggaraan SBI mampu
mengakrabkan, menghatatkan dan menerapkan nilai-nilai ( religi, ekonomi, seni,
solidaritas, dan teknologi mutakhir dan canggih ).
Ketiga, input adalah segala hal yang
diperlukan untuk berlangsungnya roses dan harus memiliki tingkat kesiapan yang
memadai. Input penyelenggaraan SBI yang ideal untuk menyelenggarakan proses
pendidikan yang bertaraf internasional meliputi peserta didik baru ( intake )
yang diseleksi secara ketat dan masukan instrumental yaitu kurikulum, pendidik,
kepala sekolah, tenaga pendukung, sarana dan prasarana, dana dan lingkungan
sekolah. Intake ( peserta didik baru ) diseleksi secara ketat melalui saringan
rapor SD, ujian akhir sekolah, scholactic apptitude test (SAT), kesehatan
fisik, dan tes wawancara.
D. STANDAR MUTU SBI
1.
Akreditasi
·
Berakreditasi Minimal A dari BAN Sekolah
· Berakreditasi tambahan dari BAS salah satu
Negara anggota OECD atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam
bidang pendidikan
2.
Kurikulum
·
Menerapkan KTSP dan SKS
·
Memenuhi Standar Isi
·
Memenuhi Standar Kompetensi Lulusan
·
Sistem Administrasi Akademik Berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap siswa bisa mengakses
transkripnya masing-masing
·
Muatan mata pelajaran setara atau lebih
tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu
negara OECD dan/atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang
pendidikan
·
Menerapkan standar kelulusan dari
sekolah yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan
3.
Proses Pembelajaran
·
Memenuhi standar proses
Proses pembelajaran pada semua mata
pelajaran menjadi teladan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia,
budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneurial,
jiwa patriot, dan jiwa innovator
·
Diperkaya dengan model proses
pembelajaran sekolah unggul dari Negara anggota OECD dan/ atau Negara maju
lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
·
Menerapkan pembelajaran berbasis TIK
pada semua matapelajaran
·
Pembelajaran mata pelajaran kelompok
sains, matematika dan inti kejuuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran
matapelajaran lainnya, kecuali bahasa asing, menggunakan bahasa Indonesia
·
Pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk
mata pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD baru dapat dimulai pada
kelas IV
4.
Penilaian
·
Memenuhi standar penilaian
Diperkaya dengan model penilaian
sekolah unggul dari Negara angggota OECD dan/atau Negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
5.
Pendidik
Memenuhi
standar Pendidik
·
Guru mampu memfasilitasi pembelajaran
berbasis TIK
· Guru mata pelajaran kelompk sains,
matematika, dan inti kejuruan mampu mengampu pelejaran berbahasa Inggris
· Minimal 10% guru berpendidikan S2/S3
dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SD
· Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3
dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMP
· Minimal 30% guru berpendidikan S2/S3
dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMA/SMK
6.
Tenaga Kependidikan
Memenuhi
Standar Tenaga Kependidikan
· Kepala sekolah berpendidikan minimal S2
dari Perguruan Tinggi yang program studinya berakreditasi A dan telah memenuhi
pelatihan Kepala Sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh
pemerintah
·
Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris
Aktif
· Kepala sekolah bervisi internasional,
mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta
jiwa kepemimpinan dan entreprenerural yang kuat
7.
Sarana dan prasarana
Memenuhi
Standar Sarana dan Prasarana
·
Setiap ruang kelas dilengkapi dengan
sarana pembelajaran berbasis IT
· Perpustakaan dilengkapi dengan sarana
digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh
dunia
· Dilengkapi dengan ruang multimedia,
ruang unjuk seni budaya, fasilitas olahraga, klinik, dan lain sebagainya
8.
Pengelolaan
Memenuhi
standar pengelolaan
·
Meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000
atau sesudahnya dan ISO 14000
·
Merupakan sekolah mulitikultural
·
Menjalin hubungan “sister school dengan
sekolah bertaraf internasional di luar negeri
·
Bebas narkoba dan rokok
·
Bebas kekerasan (bullying)
·
Menerapkan prinsip kesetaraan gender
dalam segala aspek pengelolaan sekolah
· Meraih medali tingkat internasional pada
berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni dan olahraga
9.
Pembiayaan
- Memenuhi standar pembiayaan
- Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan.
E. Karakteristik SBI
1. Menerapkan KTSP yang dikembangkan dari
standart isi, standart kompetensi kelulusan dan kompetensi dasar yang diperkaya
dengan muatan Internasional.
2.
Menerapkan proses pembelajaran dalam
Bahasa Inggris, minimal untuk mata pelajaran MIPA dan Bahasa Inggris.
3.
Mengadopsi buku teks yang dipakai SBI
(negara maju).
4. Menerapkan standar kelulusan yang lebih
tinggi dari standar kompetensi lulusan (SKL) yang ada di dalam Standar Nasional
Pendidikan (SNP).
5.
Pendidik dan tenaga kependidikan
memenuhi standart kompetensi yang ditentukan dalam Standar Nasional Pendidikan
(SNP).
6.
Sarana/prasarana memenuhi Standar
Nasional Pendidikan (SNP).
7.
Penilaian memenuhi standar nasional dan Internasional.
F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SBI
a)
KELEBIHAN
SBI
1.
memiliki pemahaman, pengertian, dan
wawasan yang sama tentang konsep sekolah bertaraf internasional;
2.
memiliki pemahaman, pengertian, dan
wawasan yang sama tentang pengembangan kurikulum sekolah bertaraf internasional
berdasarkan SKL dan SI;
3.
menjabarkan yang lebih operasional
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah bertaraf internasional dalam
bentuk KTSP Sekolah Bertaraf Internasional;
4.
menjabarkan secara operasional sistem
atau model-model pembelajaran yang bertaraf internasional sesuai dengan
tuntutan kompetensi yang ada; menjabarkan secara operasional sistem atau
model-model penilaian yang bertaraf internasional;
5.
mengembangkan bahan ajar sesuai dengan
kebutuhan atau tuntutan kompetensi bagi sekolah bertaraf internasional;
6.
menjabarkan secara operasional panduan
penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional, baik dalam hal regulasi
sekolah, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian,
pemantapan, pengawasan, pengevaluasian, dan pelaporannnya.
b)
KEKURANGAN
SBI
1. program
SBI jelas tidak didahului riset yang lengkap sehingga konsepnya sangat buruk.
2. SBI
adalah program yang salah model. Kemdiknas membuat panduan model pelaksanaan
untuk SBI baru (news developed), tetapi yang terjadi justru pengembangan pada
sekolah-sekolah yang telah ada (existing school).
3. program
SBI telah salah asumsi. Kemdiknas mengasumsikan, bahwa untuk dapat mengajar
hard science dalam pengantar bahasa Inggris, seorang guru harus memiliki
TOEFL> 500.
4. pada
SBI adalah telah terjadi kekacauan dalam proses belajar-mengajar dan kegagalan
didaktik. Menurutnya, guru tidak mungkin disulap dalam lima hari agar bisa
mengajarkan materinya dalam bahasa Inggris. Akibatnya, banyak siswa SBI justru
gagal dalam ujian nasional (UN) karena mereka tidak memahami materi bidang
studinya.
5. penggunaan
bahasa pengantar pendidikan yang salah konsep. Dengan label SBI, materi
pelajaran harus diajarkan dalam bahasa Inggris, sementara di seluruh dunia
seperti Jepang, China, Korea justru menggunakan bahasa nasionalnya, tetapi
siswanya tetap berkualitas dunia.
6. SBI
dinilai telah menciptakan diskriminasi dan kastanisasi dalam pendidikan.
Sementara itu, kelemahan ketujuh menegaskan, bahwa SBI juga telah menjadikan
sekolah-sekolah publik menjadi sangat komersial.
7. SBI
juga telah melanggar UU Sisdiknas. Karena menurut Satria, pada tingkat
pendidikan dasar sekolah publik atau negeri itu wajib ditanggung pemerintah.
Kenyataannya, dalam SBI peraturan ini tidak berlaku.
8. SBI
telah menyebabkan penyesatan pembelajaran. Penggunaan piranti media pendidikan
mutakhir dan canggih seperti laptop, LCD, dan VCD juga menyesatkan seolah
karena tanpa itu semua sebuah sekolah tidak berkelas dunia.
9. SBI
telah menyesatkan tujuan pendidikan. Kesalahan konseptual SBI terutama pada
penekanannya terhadap segala hal yang bersifat akademik dengan menafikan segala
hal yang nonakademik.
10. SBI
adalah sebuah pembohongan publik. SBI telah memberikan persepsi yang keliru
kepada orang tua, siswa, dan masyarakat karena SBI dianggap sebagai sekolah
yang "akan" menjadi sekolah bertaraf Internasional dengan berbagai
kelebihannya. Padahal, kata Satria, kemungkinan tersebut tidak akan dapat
dicapai dan bahkan akan menghancurkan kualitas sekolah yang ada.
BAB III
PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN SBI YANG IDEAL
Program Sekolah Bertaraf Internasional
(SBI) dan/atau Rintisannya (SBI) adalah program Kementrian Pendidikan Nasional
(Kemdiknas) yang paling kontroversial dan menimbulkan banyak kerisauan sejak
awal sampai saat ini. Kerisauan ini dikarenakan hanya orang-orang yang
mempunyai uang saja yang dapat bersekolah di Sekolah Bertaraf Internasional
ini.
Oleh karena itu perlu adanya usulan agar
pelaksanaan SBI dan SBI tidak menimbulkan kesenjangan sosial, tidak mengacu
pada fasilitasnya saja dan agar pelaksanaan SBI menjadi ideal. Usulan-usulan
tersebut dapat kami uraikan, antara lain sebagai berikut :
Pada ayat UU Sisdiknas (Sistem
Pendidikan Nasional) 2003 Pasal 50 ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut :
“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang
pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional.”
Perlu adanya penggantian agar tidak
menimbulkan masalah yang berkepanjangan. Usulan penggantiannya adalah sbb :
“Pemerintah dan pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang
pendidikan sebuah sekolah khusus bagi siswa-siswa yang memiliki tingkat
kecerdasan dan bakat tertentu yang menonjol.”
Dengan digantinya pasal tersebut maka :
1. Masalah
siapa penyelenggara program ini menjadi jelas dan tidak menimbulkan perbedaan
persepsi lagi. Program ini adalah program pemerintah pusat dan daerah secara
bersama. Jadi dalam hal ini tidak seharusnya orang tua menjadi dibebankan.
2. Tidak
akan muncul lagi masalah dari interpretasi tentang frase ‘bertaraf
internasional’ dan ‘standar negara maju’ yang membingungkan tersebut karena
telah jelas Sekolah Bertaraf Internasional ini merupakan sekolah khusus yang diperuntukkan
oleh siswa-siswa yang memiliki kecerdasan dan bakat tertentu yang menonjol
bukan siswa yang memiliki kekeyaan internasional.
3. Jelas
bahwa konsep sekolah ini adalah sekolah khusus bagi anak-anak yang memiliki
tingkat kecerdasan dan bakat menonjol tertentu. Dengan demikian tidak akan
terjadi kastanisasi dan komersialisasi dalam program ini.
Perlu dipahami bahwa Sekolah Khusus bagi
Anak-Anak yang Cerdas dan berbakat Menonjol (School for the Gifted and
Talented) ada dan diselenggarakan oleh negara-negara maju lainnya. Sebagai
referensi bisa dilihat pada Sydney Boys High School di Australia.
Usulan kedua bersifat lebih
kompromistis, yaitu dengan tidak mengubah ayat atau pasal dalam Undang-undang
tersebut tapi lebih kepada perbaikan dan penyempurnaan pada Permendiknasnya.
Dengan demikian maka bunyi UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) adalah tetap sbb
:
“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang
pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional.”
Meski demikian karena interpretasi dari
istilah ‘bertaraf internasional’ ternyata menimbulkan kerancuan, ambigu serta
masalah-masalah yang mendasar dan serius di lapangan maka perlu adanya suatu
REINTERPRETASI dan REFORMULASI dari rumusan sekolah bertaraf internasional yang
ada selama ini. Usulan rumusan dasar tersebut adalah sbb :
“Satuan Pendidikan yang bertaraf
Internasional adalah sekolah yang dapat memberikan pelayanan pendidikan
berkualitas tinggi kepada siswa-siswa yang memiliki potensi akademik dan
non-akademik yang sangat menonjol sehingga siswa-siswa tersebut dapat memiliki
bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap pribadi serta kompetensi dan prestasi
akademik dan non-akademik yang menonjol dan memiliki kemampuan untuk
berkolaborasi secara internasional.”
Pelayanan pendidikan yang bertaraf
internasional di sini mencakup 8 Standar Nasional Pendidikan (yang terdiri atas
8 komponen utama yaitu standar: kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan
penilaian) dan ditambah dengan pelayanan pendidikan tambahan yang akan dapat
memunculkan kompetensi terbaik dari siswa agar dapat memiliki daya saing
internasional.
Ada tiga komponen penting yang mencakup
pengertian ‘bertaraf internasional’ di sini, yaitu :
1.
Pelayanan sekolah yang bermutu tinggi
2.
Input siswa yang memiliki potensi
akademik dan non-akademik yang sangat menonjol
3. Prestasi akademik dan non-akademik di
bidang Seni, Budaya, dan Olahraga serta kemampuan untuk bekerjasama dan
berkolaborasi secara internasional dengan lulusan dari mana pun.
Interpretasi ini sesuai dengan amanah
Undang-undang yang mewajibkan pemerintah untuk memberi pelayanan bagi anak
berkebutuhan khusus. Anak-anak yang memiliki bakat menonjol perlu mendapat
pelayanan pendidikan yang khusus pula. Rumusan ini akan memberikan keleluasaan
bagi pemerintah dan sekolah untuk merumuskan keunggulan spesifik dari sekolah
dalam memberikan pelayanan yang unggul dan sebaik-baiknya bagi siswa-siswa
berbakat baik di bidang akademik maupun non-akademik.
1.
Dengan konsep seperti ini maka tidak
diperlukan lagi segala macam aksesori dan kosmetik yang tidak perlu pada
program ini agar berbau internasional seperti : Standar ISO, Ujian Cambridge,
IBO, TOEFL, Sister School, Studi Banding ke luar negeri, kelas ber AC,
menggunakan laptop dan proyektor, dll. Sekolah dapat memusatkan perhatiannya
pada program-program dan proses pembelajaran yang benar-benar dapat merangsang
siswa untuk mengembangkan potensinya secara optimal melalui program-program
yang sudah diketahui efektifitasnya. Pendidikan harus benar-benar diarahkan
pada proses dan bukan pada alat dan aksesori. India telah memberikan contoh
bagaimana menyelenggarakan pendidikan berkualitas dunia dengan fasilitas dan
sarpras yang sederhana.
2.
Dengan meninggalkan program yang tidak
substantif seperti ujian Cambridge dan TOEFL maka kerancuan dan kritik tentang
sistem pendidikan nasional yang ujiannya mengacu pada sistem lain di luar ujian
nasional akan berhenti dengan sendirinya. Sekolah-sekolah publik hanya akan
menyelenggarakan ujian yang diamanatkan oleh Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas).
3.
Sekolah kejuruan penyelenggara SBI harus
mulai merintis kemampuan untuk dapat memfasilitasi peserta didiknya mengakses
sertifikasi yang diakui secara internasional, sesuai masa pentahapannya untuk
menjadi SBI. Sedangkan SBI kejuruan harus memfasilitasi peserta didiknya untuk
mendapatkan sertifikasi yang diakui secara internasional. Hal ini diharapkan
pemerintah dapat memfasilitasi sekolah tersebut tanpa membebankan orang tua
wali murid.
4.
Dengan konsep yang sederhana,
operasional dan terukur seperti ini maka kemungkinan keberhasilan dari program
ini akan lebih besar, lebih terukur, dan lebih operasional yang kemudian akan
dapat di adopsi oleh sekolah-sekolah lain. Dengan demikian program peningkatan
kualitas sekolah ini dapat disebarluaskan ke sekolah-sekolah lain yang mau
mengadopsinya. Ia akan dapat menjadi model pengembangan sekolah yang dapat
diadopsi dan dikembangkan secara meluas dan tidak hanya berhenti pada sekolah
SBI semata.
5. Konsep SBI yang lama yang hanya
menonjolkan kemampuan akademik siswa semata hendaknya direinterpretasikan ulang
dan kemudian haruslah memberikan porsi yang sama besarnya kepada bakat menonjol
siswa yang bersifat non-akademik seperti Seni, Budaya, dan Olahraga karena pada
hakikatnya dalam kehidupan nyata bakat di bidang non-akademik dan
kecerdasan-kecerdasan lain yang tercakup dalam multiple intellegencies justru
sangat dibutuhkan dalam kehidupan mereka di dunia nyata kelak. Pengagungan
kepada bakat akademik semata menunjukkan ketidakpahaman kita akan dimensi
pendidikan itu sendiri yang memang tidaklah semata akademik. Pengembangan
potensi akademik semata hanya akan menciptakan siswa yang cerdas akademik
semata tapi tidak memiliki kecakapan lain yang justru dibutuhkannya dalam
kehidupan nyata kelak.
6.
Karena sekolah ini adalah sekolah bagi
anak-anak dengan bakat yang sangat menonjol maka tuntutan bagi siswanya juga
lebih tinggi dibandingkan sekolah reguler. Hanya siswa-siswa yang memiliki
bakat, minat, kemampuan, dan kemauan yang menonjol yang bisa mengikuti program
ini. Beberapa contoh tuntutan akademik dan non-akademik yang harus dilakukan
oleh siswa pada program ini adalah :
·
Membaca dan menuliskan resensi buku
(book discussion and book review) dalam jumlah tertentu, umpamanya tingkatan SD
10 buku, SMP 20 buku, dan SMA 30 buah buku.
·
Memiliki kemampuan berbahasa Inggris
pada semua ketrampilan (Speaking, reading, writing and listening) dan harus
lulus uji kompetensi berbahasa Inggris yang standarnya akan ditetapkan oleh
Kemdiknas
· Mengikuti kegiatan ekstra kurikuler dan
community service yang lebih menonjol dibandingkan sekolah reguler dan dapat
mewakili daerah masing-masing untuk kepentingan daerah.
·
Memiliki tingkat disiplin dan dapat
menjadi teladan bagi lingkungannya.
7.
Untuk itu semua bidang studi (kecuali
bahasa asing) harus diajarkan dalam bahasa Indonesia yang baku dan standar
untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa nasional tersebut.
Janganlah lagi kita mengikuti kesalahan yang sama yang dilakukan oleh
pemerintah Malaysia yang telah pernah melakukan program PPSMI yang mewajibkan
penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar yang akhirnya justru
menurrunkan mutu siswa dan sekolah pada bidang studi yang diajarkan dalam
bahasa Inggris tersebut. Dengan dihapuskannya kewajiban menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar di kelas maka guru dapat kembali memfokuskan
persiapannya pada proses pembelajaran yang efektif dan tidak perlu berjibaku
menggunakan bahasa Inggris yang samasekali tidak dikuasainya tersebut. Kita
tidak perlu mengikuti kesalahan yang sama telah dilakukan oleh pemerintah
Malaysia.
8.
Guru-guru yang kurang bagitu menguasai
bahasa asing dalam penyampaian materi SBI hendaknya tidak perlu memaksakan diri
karena apabila antara materi yang diajarkan dengan penyampaiannya mengalami
kekeliruan maka hal tersebut akan menimbulkan karancuan pada diri peserta didik
tersebut dan hasilnya materi ajar tidak akan mengena pada pikiran peserta
didik. Seperti yang telah dijelaskan pada uraian di atas bahwa SBI tidak harus
menggunakan bahasa asing karena dengan bahasa asing yang selalu digunakan dalam
pembelajaran dikhawatirkan pula para siswa justru tidak menggubris sama sekali
bahasa ibu, bahasa yang harus lebih dikuasai terlebih dahulu daripada bahasa
asing itu sendiri
9.
Untuk meningkatkan kompetensi siswa
dalam menggunakan bahasa Inggris sebagai bekal untuk hidup di dunia global maka
pelajaran bahasa Inggris mesti ditambah porsinya baik itu jumlah jam belajarnya
mau pun efektifitas pembelajarannya. Pembelajarannya juga harus lebih variatif
agar dapat mendukung berkembangnya kemampuan siswa dalam 4 ketrampilan
berbahasa Inggris yang mencakup : Listening, speaking, Reading dan Writing.
Berbagai program dapat sidusun untuk meningkatkan kompetensi siswa ini. Ada
banyak program dari lembaga-lembaga internasional yang dapat diadopsi untuk
mencapai tujuan ini.
10.
Untuk menghindari komersialisasi
pendidikan maka semua biaya yang ditimbulkan oleh program ini harus ditanggung
sepenuhnya oleh pemerintah pusat dan daerah. Ini adalah program yang seharusnya
menjadi program kebanggaan pemerintah pusat dan daerah sehingga pembiayaannya
memang tidak membebani orang tua siswa. Anak-anak yang berbakat luar biasa
sudah selayaknya mendapat bea siswa untuk menunjang perkembangan potensi mereka
tersebut. Untuk mendapat tambahan biaya pendidikan maka pemerintah daerah dapat
menggalang bantuan dari berbagai perusahaan yang ada di daerahnya melalui
program CSR (Corporate Social Responsibility). Perlu diketahui bahwa program SBI
yang gratis dan tidak memungut biaya dari orang tua karena pembiayaannya
sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah daerah adalah mungkin. Kota Balikpapan
dan Surabaya adalah kota-kota yang mampu memberi contoh penyelenggaraan sekolah
SBI yang gratis sepenuhnya. Jika ke dua kota ini mampu maka sebenarnya
kota-kota lain juga mampu jika ada keinginan untuk menuju ke sana.
11.
Untuk menjamin keberhasilan program
‘sekolah berkeunggulan tinggi (school for the gifted and talented)’ ini maka
semua guru harus memenuhi kriteria kompetensi yang ditetapkan dan sekolah yang
ditetapkan harus melakukan upaya penjaminan kualitas SDM-nya. Untuk itu maka
sebenarnya tidak diperlukan guru yang berkualifikasi S-2. Apalagi jika
kualifikasi S2 yang dimiliki tidak memiliki korelasi dengan bidang studi yang
diajarkan oleh guru tersebut. Saat ini para guru berlomba-lomba mengejar gelar
S2 tanpa perduli apakah bidang studi yang ingin dicapainya itu sesuai atau linear
dengan bidang studi yang diajarnya di sekolah. Dengan menghapus persyaratan
kualifikasi S2 tapi mensyaratkan kompetensi profesional di bidang studi yang
diajarkannya (on the job performance) maka kualitas pembelajaran di kelas akan
dapat tercapai.
12.
Proses penyelenggaraan SBI harus mampu
mengakrabkan, menghayatkan dan menerapkan nilai-nilai (moral, ekonomi, seni,
solidaritas, dan teknologi mutakhir dan canggih), norma-norma untuk
mengkonkretisasikan nilai-nilai tersebut, standar-standar, dan etika global
yang menuntut kemampuan bekerjasama lintas budaya dan bangsa. Selain itu,
proses belajar mengajar dalam SBI harus pro-perubahan yaitu yang mampu
menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar dan eksperimentasi
untuk menemukan kemungkinan baru, yang tidak tertambat pada tradisi dan
kebiasaan proses belajar di sekolah yang lebih mementingkan memorisasi dan,
recall dibanding daya kreasi, nalar dan eksperimentasi peserta didik untuk
menemukan kemungkinan baru.
13.
Proses belajar mengajar SBI harus dikembangkan
melalui berbagai gaya dan selera agar mampu mengaktualkan potensi peserta
didik, baik intelektual, emosional maupun spiritualnya sekaligus. Penting
digarisbawahi bahwa proses belajar mengajar yang bermatra
individual-sosial-kultural perlu dikembangkan sekaligus agar sikap dan perilaku
peserta didik sebagai makhluk individual tidak terlepas dari kaitannya dengan
kehidupan masyarakat lokal, nasional, regional dan global. Bahasa pengantar
yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa
Asing (khususnya Bahasa Inggris) dan menggunakan media pendidikan yang
bervariasi serta berteknologi mutakhir dan canggih, misalnya laptop, LCD, dan
VCD atas biaya dari pemerintah maupun pemerintah daerah.
B.
PELAKSANAAN
SBI YANG RIIL DAN MASALAH – MASALAH YANG DIHADAPI
Setelah sebelumnya kita membahas tentang
bagaimana pelaksanaan ideal sebuah sekolah bertaraf internasional. Dalam
konteks ini pasti terjadi ketidakidealan dan ketidak berhasilan pelaksanaan SBI
sesuai dengan pelaksanaan yang ideal tersebut. Berikut ini merupakan ketidak
idealan dari pelaksanaan sekolah bertaraf internasional ( SBI ).
1. SBI sebabkan Diskriminasi
Dalam perjalannya selama 6 tahun, ternyata Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional (SBI) telah mendiskriminasikan masyarakat miskin dalam
mendapatkan pendidikan berkualitas. Sebab, kenyataannya SBI hanya menampung
siswa yang orang tuanya memiliki ekonomi kuat atau orang kaya secara financial.
Sementara masyarakat miskin tidak mendapatkan kesempatan menyekolahkan anaknya akibat
ketidakmampuan dana.
Selain itu, keberadaan SBI tidak
tepat karena berada pada sekolah yang sudah ada. Artinya label SBI itu
seharusnya bukan pada sekolah yang ada. Akan tetapi didirikan secara mandiri,
dibangun gedung sendiri, sehingga tidak dipandang diskriminatif terhadap
masyarakat miskin. Kenyataannya betapa banyak siswa pada suatu sekolah akhirnya
pindah sekolah yang jauh dari lingkungan tempat tinggalnya akibat tidak mampu
membiayai di sekolah yang diubah statusnya menjadi SBI.
Lebih parah lagi, pemerintah
memberikan perhatian lebih pada sekolah yang berstatus internasional dengan
adanya subsidi khusus. Seharusnya, sekolah-sekolah yang prestasinya menurun
yang diberikan perhatian lebih oleh pemerintah agar tercipta kesetaraan dalam
dunia pendidikan.
2. SBI Ciptakan Kasta dalam Pendidikan
Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI) berdampak pada terciptanya kasta-kasta dalam dunia
pendidikan. Hal tersebut terlihat dalam perlakuan terhadap guru, murid,
orangtua/wali, hingga sarana dan prasarana pendidikan.
Bayangkan saja, kelas sebelah yang
berstatus SBI semuanya serba wah, kursinya beda, LCD-nya beda, lokernya beda,
murid dan gurunya juga tampil seolah-olah dari kasta berbeda. Pasti ada
pengkotak-kotakan dalam sistem SBI dan SBI. Dari guru dan murid, kelas dan
media pengajaran, dan unsur-unsur lain seakan-akan ada kasta berbeda dalam satu
sekolah.
Ia menekankan, seharusnya yang
dijadikan pegangan adalah landasan konstitusi terkait pendidikan nasional.
Negara Indonesia menganut sistem negara kesejahteraan (welfare state) yang
menjamin terpenuhinya hak-hak dasar setiap warga negara.
3. SBI Bentuk Pelegalan Pendidikan
Mahal
banyaknya sekolah berstatus/model
rintisan sekolah bertaraf internasional (SBI) memicu pelegalan mahalnya biaya
sekolah dan biaya akses pendidikan. Regulasi pemerintah juga turut memicu
komersialisasi dan deskriminasi dalam dunia pendidikan. Sehingga pelegalan
tersebut menyebabkan siswa dari keluarga miskin hanya pasrah dan tidak bisa
menolak komersialisasi pendidikan.
Biaya sekolah yang harus dikeluarkan
siswa yang bersekolah di SBI sangat mahal karena harus membeli laptop, dan buku
sekolah yang ganda, yakni buku yang berstandar internasional dan buku yang
berstandar nasional, serta peralatan sekolah lainnya yang harganya sangat mahal.
Jangan sampai ada sebutan “rintisan
sekolah biaya internasional” dalam masyarakat, karena mahalnya biaya sekolah
yang tidak diimbangi adanya jaminan siswa setelah lulus dari SBI.
4. SBI Tak Lebih Baik dari SSN
Akhir-akhir ini ada indikasi, pamor
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) cenderung menurun di mata
masyarakat. Menurutnya, hal itu terjadi karena biaya untuk mengenyam pendidikan
di sekolah SBI relatif jauh lebih mahal, namun tidak diimbangi dengan mutu yang
didapat. Maka, akan sangat wajar jika SBI kemudian ditinggalkan.
Namun, hingga saat ini Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan belum melakukan kajian khusus tentang hal tersebut.
Begitu pula hasil evaluasi akhir SBI. Ia mengatakan, Kemdikbud tidak akan
tergesa-gesa membuat keputusan terkait SBI dan berjanji akan terus melakukan
evaluasi secara mendalam dan serius.
Dalam kenyataannya, tenaga
kependidikan ( SDM ) di Sekolah bertaraf internasional belum dapat memiliki
kualifikasi yang sesuai dengan standar tenaga kependidikan SBI. Karena masih
banyak guru di SBI tidak memiliki kecakapan dalam menggunakan bahasa asing dan
teknologi informasi dan komunikasi.
5. Pengelolaan SBI Tak Transparan
Pengelolaan manajemen dan keuangan SBI
tidak transparan. Karena hanya kepala sekolah dan pengelola yang mempunyai
akses untuk mengetahuinya. Sedangkan pihak komite Sekolah tak diberi kewenangan
untuk menentukan akses manajemen dan keuangan tersebut.
Paling tidak, hal itu yang
diungkapkan oleh Kompas. Sama sekali tidak diberikan akses untuk mengetahui dan
mendapatkan informasi tentang Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah
(RAPBS) serta Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) penggunaan APBS sebelumnya.
Nah, dari berbagai catatan
tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) tersebut,
hendaknya pemberlakuan SBI dievaluasi. Dasar hukum SBI untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di tanah air ternyata selama 6 tahun terakhir belum
terbukti. Judicial review (uji materi) Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas tahun 2003
tentang pemberlakuan SBI perlu mendapat perhatian. Karena itu terkait dengan
hak semua warga untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
C.
SOLUSI
UNTUK MASALAH – MASALAH YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN SBI
Suatu permasalahan tentunya tidak
ada yang tidak dapat dipecahkan. Dalam kesempatan ini penulis berusaha
memberikan solusi dari permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan SBI.
Berikut merupakan solusi yang dapat dilakukan untuk memcahkan masalah – masalah
tersebut.
1. Untuk
Meminimalisasi bahwa SBI akan menimbulkan diskriminasi social, maka pemerintah
dapat memberikan beasiswa kepada siswa yang kurang mampu agar dapat bersekolah
di sekolah bertaraf internasional. Selain itu , pemerintah juga harus
memperhatikan pemerataan sarana dan prasarana baik terhadap SBI maupun sekolah
lainnya. Di samping itu, apabila pemerintah ingin mewujudkan sekolah bertaraf
internasional maka pemerintah harus membangun gedung sekolah baru, bukan
mengganti “label” sekolah biasa menjadi sekolah bertaraf internasional.
2. Untuk
mencegah terciptanya kasta dalam dunia pendidikan, pemerintah harus menetapkan
bahwa apabila sekolah itu menjadi sekolah bertaraf internasional maka semua
kelas dalam sekolah tersebut haruslah kelas yang bertaraf internasional. Dengan
kata lain tidak ada kelas regular di sekolah tersebut.
3. Apabila
pemerintah ingin mewujudkan sekolah bertaraf internasional maka semua biaya –
biaya haruslah ditanggung oleh pemerintah. Karena apabila dibebankan kepada
orang tua siswa maka hanya siswa yang memiliki kondisi ekonomi yang tinggi
sajalah yang bisa menikmati sekolah bertaraf internasional.
4. Sebelumnya
dibentuknya sekolah bertaraf internasional, pemerintah sebaiknya mempersiapkan
dahulu semua aspek baik itu dari segi tenaga kependidikan, sarana prasarana
maupun yang lainnya. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan sekolah bertaraf
internasional akan berjalan sesuai dengan tujuan dan pelaksanaan yang ideal.
5. Dalam
pengelolaan manajemen dan keuangan di sekolah bertaraf internasional,
pemerintah seharusnya menetapkan aturan bahwa semua tenaga kependidikan baik
itu kepala sekolah, pengelola, pengawas guru – guru dan komite sekolah memiliki
hak dan kewenangan untuk menetukan akses manajemen dan keuangan tersebut. Hal
ini dimaksudkan agar terciptanya transparansi dalam pengelolaan manajemen dan
keuangan di sekolah tersebut.
BAB IV
PENUTUP
a.
Kesimpulan
SBI
adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar
nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf internasional sehingga
lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
Dalam
kenyataannya pelaksanaan sekolah bertaraf internasional di Indonesia belum
berjalan sebagaimana mestinya. Karena masih terdapat beberapa masalah yang
harus dihadapi. Masalah tersebut berupa :
1. SBI
sebabkan Diskriminasi
2. SBI Ciptakan
Kasta dalam Pendidikan
3. SBI Bentuk
Pelegalan Pendidikan Mahal
4. SBI Tak
Lebih Baik dari SSN
5. Pengelolaan
SBI Tak Transparan
b. Saran
Pemerintah
sebaiknya tidak tergesa – gesa dalam membuat atau menjadikan sekolah bertaraf
internasional. Pemerintah seharusnya meperhatikan kesiapan semua elemen baik itu tenaga
kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana dan dapmak yang akan ditimbulkan
dari dibangunnya sekolah bertaraf internasional.
DAFTAR PUSTAKA
http://alenmarlissmpn1gresik.wordpress.com/2011/02/24/pengertian-tentang-rintisan-sekolah-berbasis-internasionalrsbi/
http://ahmadrizali.com/2009/05/28/sekolah-bertaraf-internasional-sbi-program-gagal-2/
Dit. PSMP
(2007). Panduan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
untuk Sekolah Menegah Pertama.
Ditjen.
Mandikdasmen (2007). Panduan Sistem Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional untuk Pendidikan Dasar dan Menengah
http://harianjoglosemar.com/berita/guru-rsbi-lemah-di-bahasa-32113.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_bertaraf_internasional