Kamis, 21 Juni 2012

Tugas Profesi Kependidikan


KENYATAAN DIBALIK MARAKNYA
SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Profesi Kependidikan
BKK Pendidikan Administrasi Perkantoran Pendidikan Ekonomi

Disusun Oleh :
1.         Mahmud Yunus SetiawanK7409100
2.         Angga Sukma Gilang                         K7410015
3.         Arwan Gunawan                               K7410029
4.         Beti Liana Sari                                  K7410036
5.         Dilla Octavianingrum                          K7410051
6.         Dita Respati                                       K7410052
7.         Dyah Budi Lestari                              K7410057
8.         Dyan Pujiastuti                                   K7410060      
9.         Hardintya Rizka Transpawa               K7410087
10.     Novian Doni Mahendra                      K7410125
11.     Pramudita Permata Christie                K7410143
12.     Septian Nico Pradhana                       K7410174
13.     Yulia Wahyu Andika                          K7410199

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat, hidayat, dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, Dosen Pembimbing, rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu kami dalam, menyelesaikan makalah ini.
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan sekolah yang menjadi favorit dari orang tua siswa. Banyak orang tua siswa menganggap bahawa Sekolah Bertaraf Internasioanal merupakan sekolah terbaik yang akan menjadikan anak mereka menjadi anak yang cerdas dan tentunya memiliki akhlak yang mulia.
Dalam makalah ini, penulis akan mencoba membahas tentang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) secara lebih mendalam. Baik itu dari segi arti, syarat, sarana dan prasarana, pelaksanaan , maupun hal yang launnya yang berhubungan dengan Sekolah Bertaraf Internasional.
Penulis berharap bahwa makalah ini akan bisa memberikan gambaran tentang apaka itu Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Sehingga dapat berguna baik bagi orang tua siswa maupun bagi semua praktisi pendidikan.
Amin.


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
Secara teoritis dan idealis SBI dalam melakukan kegiatan pembelajaran berbeda dengan sekolah – sekolah biasa. Di sekolah bertaraf internasional guru maupun siswa diwajibkan untuk menguasai bahasa asing ( inggris ) dan teknologi informasi dan komunikasi.
Namun dalam kenyataannya masih banyak kejanggalan – kejanggalan yang terjadi dalam pelaksanaan sekolah bertaraf internasional, baik itu dari segi guru, kurikulum, managemen maupun sarana dan prasarananya.
B.     Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, penulis akan mencoba mengangkat masalah tentang :
1.      Bagaimana pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang ideal ?
2.      Bagaimana pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang riil di lapangan ?
3.    Bagaimana Masalah – masalah yang dihadapi pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang riil di lapangan ?
4.   Bagaimana solusi untuk memecahkan Masalah – masalah yang dihadapi pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang riil di lapangan ?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui gambaran tentang sekolah bertaraf internasional.
2.      Untuk mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang ideal.
3.  Untuk mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang riil di lapangan
4.   Untuk memberikan gambaran kepada orang tua siswa / semua praktisi pendidikan tentang sekolah bertaraf internasional.
D.    Manfaat
1.      Dapat mengetahui gambaran tentang sekolah bertaraf internasional.
2.      Dapat mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang ideal.
3.  Dapat mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional yang riil di lapangan
4.   Dapat memberikan gambaran kepada orang tua siswa / semua praktisi pendidikan tentang sekolah bertaraf internasional



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    PENGERTIAN SBI
SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
Dengan pengertian ini, SBI dapat dirumuskan sebagai berikut :
SBI = SNP + X
Di mana SNP adalah standar nasional pendidikan (SNP) yang meliputi : kompetensi llulusan, isi proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, dana, pengelolaan, dan penilaian; dan X merupakan penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman melalui adapsi atau adopsi terhadap standar pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional.
Lulusan SBI diharapkan, selain menguasai SNP di Indonesia, juga menguasai kemampuan-kemampuan kunci global agar setara dengan rekannya dari negara-negara maju. Untuk itu pengakraban peserta didik terhadap nilai-nilai progresif yang diunggulkan dalam era global perlu digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan SBI. Nilai-nilai progresif tersebut akan dapat mempersempit kesenjangan antara Indonesia dengan negara-negara maju, khususnya dalam bidang ekonomi dan teknologi. Perkembangan ekonomi dan teknologi sangat tergantung pada penguasaan disiplin ilmu keras ( hard science ) dan disiplin ilmu lunak ( soft science ). Disiplin ilmu keras ( hard science ) meliputi matematika, fisika,kimia, biologi, astronomi, dan terapannya yaitu teknologi komunikasi, transportasi, manufaktur, konstruksi, bio energi, dan bahan. Disiplin ilmu lunak ( soft science )meliputi sosiologi, ekonomi, bahasa asing ( Inggris utamanya), dan etika global.


B.     VISI, MISI DAN TUJUAN SBI
Mengacu pada visi pendidikan nasional dan visi Depdiknas, maka visi SBI adalah “terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional”. Visi tersebut memiliki implikasi bahwa penyiapan manusia Indonesia yang memiliki kompetensi bertaraf internasional memerlukan upaya-upaya yang dilakukan secara intensif terarah, terencana, dan sistematik agar dapat mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera, damai, dihormati, dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain.
Berdasarkan visi tersebut, maka misi SBI adalah mewujudkan manusia Indonesia cerdas dan kompetitif secara internasional, yang mampu bersaing dan berkolaborasi secara global.
Penyelenggaraan SBI bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang berkelas nasional dan internasional sekaligus. Lulusan yang berkelas nasional secara jelas telah dirumuskan dalam UU No. 20/2003 dan dijabarkan dalam PP 19/2005, dan lebih dirincikan lagi dalam Permendiknas No. 23/2006 tentang standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang bunyinya sebagai berikut :
Pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Perlu dicatat bahwa sebagai upaya untuk mengembangkan pendidikan bertaraf internasional, BSI harus tetap memegang teguh untuk mengembangkan jati diri / nilai-nilai bangsa Indonesia.

C.    STANDAR SBI
Mengingat SBI merupakan upaya sadar, intens, terarah, dan terencana untuk mewujudkan citra manusia ideal yang memiliki kemampuan dan kesanggupan hidup secara lokal, regional, nasional, dan global. Maka perlu dirumuskan rumus SBI yang meliputi output, proses, dan input.
Pertama, output / lulusan SBI memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.
Kedua, proses penyelenggaraan SBI mampu mengakrabkan, menghatatkan dan menerapkan nilai-nilai ( religi, ekonomi, seni, solidaritas, dan teknologi mutakhir dan canggih ).
Ketiga, input adalah segala hal yang diperlukan untuk berlangsungnya roses dan harus memiliki tingkat kesiapan yang memadai. Input penyelenggaraan SBI yang ideal untuk menyelenggarakan proses pendidikan yang bertaraf internasional meliputi peserta didik baru ( intake ) yang diseleksi secara ketat dan masukan instrumental yaitu kurikulum, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendukung, sarana dan prasarana, dana dan lingkungan sekolah. Intake ( peserta didik baru ) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, scholactic apptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara.

D.    STANDAR MUTU SBI
1.      Akreditasi
·         Berakreditasi Minimal A dari BAN Sekolah
·      Berakreditasi tambahan dari BAS salah satu Negara anggota OECD atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
2.      Kurikulum
·         Menerapkan KTSP dan SKS
·         Memenuhi Standar Isi
·         Memenuhi Standar Kompetensi Lulusan
·         Sistem Administrasi Akademik Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing
·         Muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara OECD dan/atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
·         Menerapkan standar kelulusan dari sekolah yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan
3.      Proses Pembelajaran
·         Memenuhi standar proses
Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneurial, jiwa patriot, dan jiwa innovator
·         Diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari Negara anggota OECD dan/ atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
·         Menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua matapelajaran
·         Pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika dan inti kejuuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran matapelajaran lainnya, kecuali bahasa asing, menggunakan bahasa Indonesia
·         Pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD baru dapat dimulai pada kelas IV
4.      Penilaian
·         Memenuhi standar penilaian
Diperkaya dengan model penilaian sekolah unggul dari Negara angggota OECD dan/atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan

5.      Pendidik
Memenuhi standar Pendidik
·         Guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK
·   Guru mata pelajaran kelompk sains, matematika, dan inti kejuruan mampu mengampu pelejaran berbahasa Inggris
·   Minimal 10% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SD
·   Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMP
·   Minimal 30% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMA/SMK
6.      Tenaga Kependidikan
Memenuhi Standar Tenaga Kependidikan
·    Kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari Perguruan Tinggi yang program studinya berakreditasi A dan telah memenuhi pelatihan Kepala Sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh pemerintah
·         Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris Aktif
·   Kepala sekolah bervisi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan entreprenerural yang kuat
7.      Sarana dan prasarana
Memenuhi Standar Sarana dan Prasarana
·         Setiap ruang kelas dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis IT
·  Perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia
·       Dilengkapi dengan ruang multimedia, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olahraga, klinik, dan lain sebagainya
8.      Pengelolaan
Memenuhi standar pengelolaan
·         Meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000
·         Merupakan sekolah mulitikultural
·         Menjalin hubungan “sister school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri
·         Bebas narkoba dan rokok
·         Bebas kekerasan (bullying)
·         Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek pengelolaan sekolah
·       Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni dan olahraga
9.      Pembiayaan
  •        Memenuhi standar pembiayaan
  •      Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan.

E.     Karakteristik SBI     
1.     Menerapkan KTSP yang dikembangkan dari standart isi, standart kompetensi kelulusan dan kompetensi dasar yang diperkaya dengan muatan Internasional.
2.      Menerapkan proses pembelajaran dalam Bahasa Inggris, minimal untuk mata pelajaran MIPA dan Bahasa Inggris.
3.      Mengadopsi buku teks yang dipakai SBI (negara maju).
4.     Menerapkan standar kelulusan yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan (SKL) yang ada di dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP).
5.      Pendidik dan tenaga kependidikan memenuhi standart kompetensi yang ditentukan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP).
6.      Sarana/prasarana memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP).
7.      Penilaian memenuhi standar nasional dan Internasional.

F.     KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SBI
a)      KELEBIHAN SBI
1.      memiliki pemahaman, pengertian, dan wawasan yang sama tentang konsep sekolah bertaraf internasional;
2.      memiliki pemahaman, pengertian, dan wawasan yang sama tentang pengembangan kurikulum sekolah bertaraf internasional berdasarkan SKL dan SI;
3.      menjabarkan yang lebih operasional sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah bertaraf internasional dalam bentuk KTSP Sekolah Bertaraf Internasional;
4.      menjabarkan secara operasional sistem atau model-model pembelajaran yang bertaraf internasional sesuai dengan tuntutan kompetensi yang ada; menjabarkan secara operasional sistem atau model-model penilaian yang bertaraf internasional;
5.      mengembangkan bahan ajar sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan kompetensi bagi sekolah bertaraf internasional;
6.      menjabarkan secara operasional panduan penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional, baik dalam hal regulasi sekolah, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, pemantapan, pengawasan, pengevaluasian, dan pelaporannnya.

b)     KEKURANGAN SBI
1.      program SBI jelas tidak didahului riset yang lengkap sehingga konsepnya sangat buruk.
2.      SBI adalah program yang salah model. Kemdiknas membuat panduan model pelaksanaan untuk SBI baru (news developed), tetapi yang terjadi justru pengembangan pada sekolah-sekolah yang telah ada (existing school).
3.     program SBI telah salah asumsi. Kemdiknas mengasumsikan, bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam pengantar bahasa Inggris, seorang guru harus memiliki TOEFL> 500.
4.   pada SBI adalah telah terjadi kekacauan dalam proses belajar-mengajar dan kegagalan didaktik. Menurutnya, guru tidak mungkin disulap dalam lima hari agar bisa mengajarkan materinya dalam bahasa Inggris. Akibatnya, banyak siswa SBI justru gagal dalam ujian nasional (UN) karena mereka tidak memahami materi bidang studinya.
5.   penggunaan bahasa pengantar pendidikan yang salah konsep. Dengan label SBI, materi pelajaran harus diajarkan dalam bahasa Inggris, sementara di seluruh dunia seperti Jepang, China, Korea justru menggunakan bahasa nasionalnya, tetapi siswanya tetap berkualitas dunia.
6.   SBI dinilai telah menciptakan diskriminasi dan kastanisasi dalam pendidikan. Sementara itu, kelemahan ketujuh menegaskan, bahwa SBI juga telah menjadikan sekolah-sekolah publik menjadi sangat komersial.
7.      SBI juga telah melanggar UU Sisdiknas. Karena menurut Satria, pada tingkat pendidikan dasar sekolah publik atau negeri itu wajib ditanggung pemerintah. Kenyataannya, dalam SBI peraturan ini tidak berlaku.
8. SBI telah menyebabkan penyesatan pembelajaran. Penggunaan piranti media pendidikan mutakhir dan canggih seperti laptop, LCD, dan VCD juga menyesatkan seolah karena tanpa itu semua sebuah sekolah tidak berkelas dunia.
9. SBI telah menyesatkan tujuan pendidikan. Kesalahan konseptual SBI terutama pada penekanannya terhadap segala hal yang bersifat akademik dengan menafikan segala hal yang nonakademik.
10.  SBI adalah sebuah pembohongan publik. SBI telah memberikan persepsi yang keliru kepada orang tua, siswa, dan masyarakat karena SBI dianggap sebagai sekolah yang "akan" menjadi sekolah bertaraf Internasional dengan berbagai kelebihannya. Padahal, kata Satria, kemungkinan tersebut tidak akan dapat dicapai dan bahkan akan menghancurkan kualitas sekolah yang ada.


BAB III
PEMBAHASAN

A.    PELAKSANAAN SBI YANG IDEAL
Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan/atau Rintisannya (SBI) adalah program Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) yang paling kontroversial dan menimbulkan banyak kerisauan sejak awal sampai saat ini. Kerisauan ini dikarenakan hanya orang-orang yang mempunyai uang saja yang dapat bersekolah di Sekolah Bertaraf Internasional ini.
Oleh karena itu perlu adanya usulan agar pelaksanaan SBI dan SBI tidak menimbulkan kesenjangan sosial, tidak mengacu pada fasilitasnya saja dan agar pelaksanaan SBI menjadi ideal. Usulan-usulan tersebut dapat kami uraikan, antara lain sebagai berikut :
Pada ayat UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 Pasal 50 ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut :
“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”
Perlu adanya penggantian agar tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan. Usulan penggantiannya adalah sbb :
“Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan sebuah sekolah khusus bagi siswa-siswa yang memiliki tingkat kecerdasan dan bakat tertentu yang menonjol.”
Dengan digantinya pasal tersebut maka :
1.  Masalah siapa penyelenggara program ini menjadi jelas dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi lagi. Program ini adalah program pemerintah pusat dan daerah secara bersama. Jadi dalam hal ini tidak seharusnya orang tua menjadi dibebankan.
2.   Tidak akan muncul lagi masalah dari interpretasi tentang frase ‘bertaraf internasional’ dan ‘standar negara maju’ yang membingungkan tersebut karena telah jelas Sekolah Bertaraf Internasional ini merupakan sekolah khusus yang diperuntukkan oleh siswa-siswa yang memiliki kecerdasan dan bakat tertentu yang menonjol bukan siswa yang memiliki kekeyaan internasional.
3.   Jelas bahwa konsep sekolah ini adalah sekolah khusus bagi anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan dan bakat menonjol tertentu. Dengan demikian tidak akan terjadi kastanisasi dan komersialisasi dalam program ini.
Perlu dipahami bahwa Sekolah Khusus bagi Anak-Anak yang Cerdas dan berbakat Menonjol (School for the Gifted and Talented) ada dan diselenggarakan oleh negara-negara maju lainnya. Sebagai referensi bisa dilihat pada Sydney Boys High School di Australia.
Usulan kedua bersifat lebih kompromistis, yaitu dengan tidak mengubah ayat atau pasal dalam Undang-undang tersebut tapi lebih kepada perbaikan dan penyempurnaan pada Permendiknasnya. Dengan demikian maka bunyi UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) adalah tetap sbb :
“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”
Meski demikian karena interpretasi dari istilah ‘bertaraf internasional’ ternyata menimbulkan kerancuan, ambigu serta masalah-masalah yang mendasar dan serius di lapangan maka perlu adanya suatu REINTERPRETASI dan REFORMULASI dari rumusan sekolah bertaraf internasional yang ada selama ini. Usulan rumusan dasar tersebut adalah sbb :
“Satuan Pendidikan yang bertaraf Internasional adalah sekolah yang dapat memberikan pelayanan pendidikan berkualitas tinggi kepada siswa-siswa yang memiliki potensi akademik dan non-akademik yang sangat menonjol sehingga siswa-siswa tersebut dapat memiliki bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap pribadi serta kompetensi dan prestasi akademik dan non-akademik yang menonjol dan memiliki kemampuan untuk berkolaborasi secara internasional.”
Pelayanan pendidikan yang bertaraf internasional di sini mencakup 8 Standar Nasional Pendidikan (yang terdiri atas 8 komponen utama yaitu standar: kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian) dan ditambah dengan pelayanan pendidikan tambahan yang akan dapat memunculkan kompetensi terbaik dari siswa agar dapat memiliki daya saing internasional.
Ada tiga komponen penting yang mencakup pengertian ‘bertaraf internasional’ di sini, yaitu :
1.      Pelayanan sekolah yang bermutu tinggi
2.      Input siswa yang memiliki potensi akademik dan non-akademik yang sangat menonjol
3.  Prestasi akademik dan non-akademik di bidang Seni, Budaya, dan Olahraga serta kemampuan untuk bekerjasama dan berkolaborasi secara internasional dengan lulusan dari mana pun.
Interpretasi ini sesuai dengan amanah Undang-undang yang mewajibkan pemerintah untuk memberi pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang memiliki bakat menonjol perlu mendapat pelayanan pendidikan yang khusus pula. Rumusan ini akan memberikan keleluasaan bagi pemerintah dan sekolah untuk merumuskan keunggulan spesifik dari sekolah dalam memberikan pelayanan yang unggul dan sebaik-baiknya bagi siswa-siswa berbakat baik di bidang akademik maupun non-akademik.
1.      Dengan konsep seperti ini maka tidak diperlukan lagi segala macam aksesori dan kosmetik yang tidak perlu pada program ini agar berbau internasional seperti : Standar ISO, Ujian Cambridge, IBO, TOEFL, Sister School, Studi Banding ke luar negeri, kelas ber AC, menggunakan laptop dan proyektor, dll. Sekolah dapat memusatkan perhatiannya pada program-program dan proses pembelajaran yang benar-benar dapat merangsang siswa untuk mengembangkan potensinya secara optimal melalui program-program yang sudah diketahui efektifitasnya. Pendidikan harus benar-benar diarahkan pada proses dan bukan pada alat dan aksesori. India telah memberikan contoh bagaimana menyelenggarakan pendidikan berkualitas dunia dengan fasilitas dan sarpras yang sederhana.
2.      Dengan meninggalkan program yang tidak substantif seperti ujian Cambridge dan TOEFL maka kerancuan dan kritik tentang sistem pendidikan nasional yang ujiannya mengacu pada sistem lain di luar ujian nasional akan berhenti dengan sendirinya. Sekolah-sekolah publik hanya akan menyelenggarakan ujian yang diamanatkan oleh Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
3.      Sekolah kejuruan penyelenggara SBI harus mulai merintis kemampuan untuk dapat memfasilitasi peserta didiknya mengakses sertifikasi yang diakui secara internasional, sesuai masa pentahapannya untuk menjadi SBI. Sedangkan SBI kejuruan harus memfasilitasi peserta didiknya untuk mendapatkan sertifikasi yang diakui secara internasional. Hal ini diharapkan pemerintah dapat memfasilitasi sekolah tersebut tanpa membebankan orang tua wali murid.
4.      Dengan konsep yang sederhana, operasional dan terukur seperti ini maka kemungkinan keberhasilan dari program ini akan lebih besar, lebih terukur, dan lebih operasional yang kemudian akan dapat di adopsi oleh sekolah-sekolah lain. Dengan demikian program peningkatan kualitas sekolah ini dapat disebarluaskan ke sekolah-sekolah lain yang mau mengadopsinya. Ia akan dapat menjadi model pengembangan sekolah yang dapat diadopsi dan dikembangkan secara meluas dan tidak hanya berhenti pada sekolah SBI semata.
5.   Konsep SBI yang lama yang hanya menonjolkan kemampuan akademik siswa semata hendaknya direinterpretasikan ulang dan kemudian haruslah memberikan porsi yang sama besarnya kepada bakat menonjol siswa yang bersifat non-akademik seperti Seni, Budaya, dan Olahraga karena pada hakikatnya dalam kehidupan nyata bakat di bidang non-akademik dan kecerdasan-kecerdasan lain yang tercakup dalam multiple intellegencies justru sangat dibutuhkan dalam kehidupan mereka di dunia nyata kelak. Pengagungan kepada bakat akademik semata menunjukkan ketidakpahaman kita akan dimensi pendidikan itu sendiri yang memang tidaklah semata akademik. Pengembangan potensi akademik semata hanya akan menciptakan siswa yang cerdas akademik semata tapi tidak memiliki kecakapan lain yang justru dibutuhkannya dalam kehidupan nyata kelak.
6.      Karena sekolah ini adalah sekolah bagi anak-anak dengan bakat yang sangat menonjol maka tuntutan bagi siswanya juga lebih tinggi dibandingkan sekolah reguler. Hanya siswa-siswa yang memiliki bakat, minat, kemampuan, dan kemauan yang menonjol yang bisa mengikuti program ini. Beberapa contoh tuntutan akademik dan non-akademik yang harus dilakukan oleh siswa pada program ini adalah :
·         Membaca dan menuliskan resensi buku (book discussion and book review) dalam jumlah tertentu, umpamanya tingkatan SD 10 buku, SMP 20 buku, dan SMA 30 buah buku.
·         Memiliki kemampuan berbahasa Inggris pada semua ketrampilan (Speaking, reading, writing and listening) dan harus lulus uji kompetensi berbahasa Inggris yang standarnya akan ditetapkan oleh Kemdiknas
·        Mengikuti kegiatan ekstra kurikuler dan community service yang lebih menonjol dibandingkan sekolah reguler dan dapat mewakili daerah masing-masing untuk kepentingan daerah.
·         Memiliki tingkat disiplin dan dapat menjadi teladan bagi lingkungannya.
7.      Untuk itu semua bidang studi (kecuali bahasa asing) harus diajarkan dalam bahasa Indonesia yang baku dan standar untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa nasional tersebut. Janganlah lagi kita mengikuti kesalahan yang sama yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia yang telah pernah melakukan program PPSMI yang mewajibkan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar yang akhirnya justru menurrunkan mutu siswa dan sekolah pada bidang studi yang diajarkan dalam bahasa Inggris tersebut. Dengan dihapuskannya kewajiban menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di kelas maka guru dapat kembali memfokuskan persiapannya pada proses pembelajaran yang efektif dan tidak perlu berjibaku menggunakan bahasa Inggris yang samasekali tidak dikuasainya tersebut. Kita tidak perlu mengikuti kesalahan yang sama telah dilakukan oleh pemerintah Malaysia.
8.      Guru-guru yang kurang bagitu menguasai bahasa asing dalam penyampaian materi SBI hendaknya tidak perlu memaksakan diri karena apabila antara materi yang diajarkan dengan penyampaiannya mengalami kekeliruan maka hal tersebut akan menimbulkan karancuan pada diri peserta didik tersebut dan hasilnya materi ajar tidak akan mengena pada pikiran peserta didik. Seperti yang telah dijelaskan pada uraian di atas bahwa SBI tidak harus menggunakan bahasa asing karena dengan bahasa asing yang selalu digunakan dalam pembelajaran dikhawatirkan pula para siswa justru tidak menggubris sama sekali bahasa ibu, bahasa yang harus lebih dikuasai terlebih dahulu daripada bahasa asing itu sendiri
9.      Untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam menggunakan bahasa Inggris sebagai bekal untuk hidup di dunia global maka pelajaran bahasa Inggris mesti ditambah porsinya baik itu jumlah jam belajarnya mau pun efektifitas pembelajarannya. Pembelajarannya juga harus lebih variatif agar dapat mendukung berkembangnya kemampuan siswa dalam 4 ketrampilan berbahasa Inggris yang mencakup : Listening, speaking, Reading dan Writing. Berbagai program dapat sidusun untuk meningkatkan kompetensi siswa ini. Ada banyak program dari lembaga-lembaga internasional yang dapat diadopsi untuk mencapai tujuan ini.
10.  Untuk menghindari komersialisasi pendidikan maka semua biaya yang ditimbulkan oleh program ini harus ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat dan daerah. Ini adalah program yang seharusnya menjadi program kebanggaan pemerintah pusat dan daerah sehingga pembiayaannya memang tidak membebani orang tua siswa. Anak-anak yang berbakat luar biasa sudah selayaknya mendapat bea siswa untuk menunjang perkembangan potensi mereka tersebut. Untuk mendapat tambahan biaya pendidikan maka pemerintah daerah dapat menggalang bantuan dari berbagai perusahaan yang ada di daerahnya melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Perlu diketahui bahwa program SBI yang gratis dan tidak memungut biaya dari orang tua karena pembiayaannya sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah daerah adalah mungkin. Kota Balikpapan dan Surabaya adalah kota-kota yang mampu memberi contoh penyelenggaraan sekolah SBI yang gratis sepenuhnya. Jika ke dua kota ini mampu maka sebenarnya kota-kota lain juga mampu jika ada keinginan untuk menuju ke sana.
11.  Untuk menjamin keberhasilan program ‘sekolah berkeunggulan tinggi (school for the gifted and talented)’ ini maka semua guru harus memenuhi kriteria kompetensi yang ditetapkan dan sekolah yang ditetapkan harus melakukan upaya penjaminan kualitas SDM-nya. Untuk itu maka sebenarnya tidak diperlukan guru yang berkualifikasi S-2. Apalagi jika kualifikasi S2 yang dimiliki tidak memiliki korelasi dengan bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut. Saat ini para guru berlomba-lomba mengejar gelar S2 tanpa perduli apakah bidang studi yang ingin dicapainya itu sesuai atau linear dengan bidang studi yang diajarnya di sekolah. Dengan menghapus persyaratan kualifikasi S2 tapi mensyaratkan kompetensi profesional di bidang studi yang diajarkannya (on the job performance) maka kualitas pembelajaran di kelas akan dapat tercapai.
12.  Proses penyelenggaraan SBI harus mampu mengakrabkan, menghayatkan dan menerapkan nilai-nilai (moral, ekonomi, seni, solidaritas, dan teknologi mutakhir dan canggih), norma-norma untuk mengkonkretisasikan nilai-nilai tersebut, standar-standar, dan etika global yang menuntut kemampuan bekerjasama lintas budaya dan bangsa. Selain itu, proses belajar mengajar dalam SBI harus pro-perubahan yaitu yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan baru, yang tidak tertambat pada tradisi dan kebiasaan proses belajar di sekolah yang lebih mementingkan memorisasi dan, recall dibanding daya kreasi, nalar dan eksperimentasi peserta didik untuk menemukan kemungkinan baru.
13.  Proses belajar mengajar SBI harus dikembangkan melalui berbagai gaya dan selera agar mampu mengaktualkan potensi peserta didik, baik intelektual, emosional maupun spiritualnya sekaligus. Penting digarisbawahi bahwa proses belajar mengajar yang bermatra individual-sosial-kultural perlu dikembangkan sekaligus agar sikap dan perilaku peserta didik sebagai makhluk individual tidak terlepas dari kaitannya dengan kehidupan masyarakat lokal, nasional, regional dan global. Bahasa pengantar yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing (khususnya Bahasa Inggris) dan menggunakan media pendidikan yang bervariasi serta berteknologi mutakhir dan canggih, misalnya laptop, LCD, dan VCD atas biaya dari pemerintah maupun pemerintah daerah.

B.     PELAKSANAAN SBI YANG RIIL DAN MASALAH – MASALAH YANG DIHADAPI
Setelah sebelumnya kita membahas tentang bagaimana pelaksanaan ideal sebuah sekolah bertaraf internasional. Dalam konteks ini pasti terjadi ketidakidealan dan ketidak berhasilan pelaksanaan SBI sesuai dengan pelaksanaan yang ideal tersebut. Berikut ini merupakan ketidak idealan dari pelaksanaan sekolah bertaraf internasional ( SBI ).
1.      SBI sebabkan Diskriminasi
Dalam perjalannya selama 6 tahun, ternyata Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) telah mendiskriminasikan masyarakat miskin dalam mendapatkan pendidikan berkualitas. Sebab, kenyataannya SBI hanya menampung siswa yang orang tuanya memiliki ekonomi kuat atau orang kaya secara financial. Sementara masyarakat miskin tidak mendapatkan kesempatan menyekolahkan anaknya akibat ketidakmampuan dana.
Selain itu, keberadaan SBI tidak tepat karena berada pada sekolah yang sudah ada. Artinya label SBI itu seharusnya bukan pada sekolah yang ada. Akan tetapi didirikan secara mandiri, dibangun gedung sendiri, sehingga tidak dipandang diskriminatif terhadap masyarakat miskin. Kenyataannya betapa banyak siswa pada suatu sekolah akhirnya pindah sekolah yang jauh dari lingkungan tempat tinggalnya akibat tidak mampu membiayai di sekolah yang diubah statusnya menjadi SBI.
Lebih parah lagi, pemerintah memberikan perhatian lebih pada sekolah yang berstatus internasional dengan adanya subsidi khusus. Seharusnya, sekolah-sekolah yang prestasinya menurun yang diberikan perhatian lebih oleh pemerintah agar tercipta kesetaraan dalam dunia pendidikan.
2.      SBI Ciptakan Kasta dalam Pendidikan
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) berdampak pada terciptanya kasta-kasta dalam dunia pendidikan. Hal tersebut terlihat dalam perlakuan terhadap guru, murid, orangtua/wali, hingga sarana dan prasarana pendidikan.
Bayangkan saja, kelas sebelah yang berstatus SBI semuanya serba wah, kursinya beda, LCD-nya beda, lokernya beda, murid dan gurunya juga tampil seolah-olah dari kasta berbeda. Pasti ada pengkotak-kotakan dalam sistem SBI dan SBI. Dari guru dan murid, kelas dan media pengajaran, dan unsur-unsur lain seakan-akan ada kasta berbeda dalam satu sekolah.
Ia menekankan, seharusnya yang dijadikan pegangan adalah landasan konstitusi terkait pendidikan nasional. Negara Indonesia menganut sistem negara kesejahteraan (welfare state) yang menjamin terpenuhinya hak-hak dasar setiap warga negara.
3.      SBI Bentuk Pelegalan Pendidikan Mahal
banyaknya sekolah berstatus/model rintisan sekolah bertaraf internasional (SBI) memicu pelegalan mahalnya biaya sekolah dan biaya akses pendidikan. Regulasi pemerintah juga turut memicu komersialisasi dan deskriminasi dalam dunia pendidikan. Sehingga pelegalan tersebut menyebabkan siswa dari keluarga miskin hanya pasrah dan tidak bisa menolak komersialisasi pendidikan.
Biaya sekolah yang harus dikeluarkan siswa yang bersekolah di SBI sangat mahal karena harus membeli laptop, dan buku sekolah yang ganda, yakni buku yang berstandar internasional dan buku yang berstandar nasional, serta peralatan sekolah lainnya yang harganya sangat mahal.
Jangan sampai ada sebutan “rintisan sekolah biaya internasional” dalam masyarakat, karena mahalnya biaya sekolah yang tidak diimbangi adanya jaminan siswa setelah lulus dari SBI.
4.      SBI Tak Lebih Baik dari SSN
Akhir-akhir ini ada indikasi, pamor Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) cenderung menurun di mata masyarakat. Menurutnya, hal itu terjadi karena biaya untuk mengenyam pendidikan di sekolah SBI relatif jauh lebih mahal, namun tidak diimbangi dengan mutu yang didapat.  Maka, akan sangat wajar jika SBI kemudian ditinggalkan.
Namun, hingga saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum melakukan kajian khusus tentang hal tersebut. Begitu pula hasil evaluasi akhir SBI. Ia mengatakan, Kemdikbud tidak akan tergesa-gesa membuat keputusan terkait SBI dan berjanji akan terus melakukan evaluasi secara mendalam dan serius.
Dalam kenyataannya, tenaga kependidikan ( SDM ) di Sekolah bertaraf internasional belum dapat memiliki kualifikasi yang sesuai dengan standar tenaga kependidikan SBI. Karena masih banyak guru di SBI tidak memiliki kecakapan dalam menggunakan bahasa asing dan teknologi informasi dan komunikasi.
5.      Pengelolaan SBI Tak Transparan
Pengelolaan manajemen dan keuangan SBI tidak transparan. Karena hanya kepala sekolah dan pengelola yang mempunyai akses untuk mengetahuinya. Sedangkan pihak komite Sekolah tak diberi kewenangan untuk menentukan akses manajemen dan keuangan tersebut.
Paling tidak, hal itu yang diungkapkan oleh Kompas. Sama sekali tidak diberikan akses untuk mengetahui dan mendapatkan informasi tentang Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS) serta Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) penggunaan APBS sebelumnya.
Nah, dari berbagai catatan tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) tersebut, hendaknya pemberlakuan SBI dievaluasi. Dasar hukum SBI untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air ternyata selama 6 tahun terakhir belum terbukti. Judicial review (uji materi) Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas tahun 2003 tentang pemberlakuan SBI perlu mendapat perhatian. Karena itu terkait dengan hak semua warga untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
C.    SOLUSI UNTUK MASALAH – MASALAH YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN SBI
Suatu permasalahan tentunya tidak ada yang tidak dapat dipecahkan. Dalam kesempatan ini penulis berusaha memberikan solusi dari permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan SBI. Berikut merupakan solusi yang dapat dilakukan untuk memcahkan masalah – masalah tersebut.
1.      Untuk Meminimalisasi bahwa SBI akan menimbulkan diskriminasi social, maka pemerintah dapat memberikan beasiswa kepada siswa yang kurang mampu agar dapat bersekolah di sekolah bertaraf internasional. Selain itu , pemerintah juga harus memperhatikan pemerataan sarana dan prasarana baik terhadap SBI maupun sekolah lainnya. Di samping itu, apabila pemerintah ingin mewujudkan sekolah bertaraf internasional maka pemerintah harus membangun gedung sekolah baru, bukan mengganti “label” sekolah biasa menjadi sekolah bertaraf internasional.
2.      Untuk mencegah terciptanya kasta dalam dunia pendidikan, pemerintah harus menetapkan bahwa apabila sekolah itu menjadi sekolah bertaraf internasional maka semua kelas dalam sekolah tersebut haruslah kelas yang bertaraf internasional. Dengan kata lain tidak ada kelas regular di sekolah tersebut.
3.      Apabila pemerintah ingin mewujudkan sekolah bertaraf internasional maka semua biaya – biaya haruslah ditanggung oleh pemerintah. Karena apabila dibebankan kepada orang tua siswa maka hanya siswa yang memiliki kondisi ekonomi yang tinggi sajalah yang bisa menikmati sekolah bertaraf internasional.
4.      Sebelumnya dibentuknya sekolah bertaraf internasional, pemerintah sebaiknya mempersiapkan dahulu semua aspek baik itu dari segi tenaga kependidikan, sarana prasarana maupun yang lainnya. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan sekolah bertaraf internasional akan berjalan sesuai dengan tujuan dan pelaksanaan yang ideal.
5.      Dalam pengelolaan manajemen dan keuangan di sekolah bertaraf internasional, pemerintah seharusnya menetapkan aturan bahwa semua tenaga kependidikan baik itu kepala sekolah, pengelola, pengawas guru – guru dan komite sekolah memiliki hak dan kewenangan untuk menetukan akses manajemen dan keuangan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar terciptanya transparansi dalam pengelolaan manajemen dan keuangan di sekolah tersebut.


BAB IV
PENUTUP
a.      Kesimpulan
SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
Dalam kenyataannya pelaksanaan sekolah bertaraf internasional di Indonesia belum berjalan sebagaimana mestinya. Karena masih terdapat beberapa masalah yang harus dihadapi. Masalah tersebut berupa :
1.      SBI sebabkan Diskriminasi
2.      SBI Ciptakan Kasta dalam Pendidikan
3.      SBI Bentuk Pelegalan Pendidikan Mahal
4.      SBI Tak Lebih Baik dari SSN
5.      Pengelolaan SBI Tak Transparan

b.      Saran
Pemerintah sebaiknya tidak tergesa – gesa dalam membuat atau menjadikan sekolah bertaraf internasional. Pemerintah seharusnya meperhatikan  kesiapan semua elemen baik itu tenaga kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana dan dapmak yang akan ditimbulkan dari dibangunnya sekolah bertaraf internasional.



DAFTAR PUSTAKA

http://alenmarlissmpn1gresik.wordpress.com/2011/02/24/pengertian-tentang-rintisan-sekolah-berbasis-internasionalrsbi/
http://ahmadrizali.com/2009/05/28/sekolah-bertaraf-internasional-sbi-program-gagal-2/
Dit. PSMP (2007). Panduan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) untuk Sekolah Menegah Pertama.

Ditjen. Mandikdasmen (2007). Panduan Sistem Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional untuk Pendidikan Dasar dan Menengah
http://harianjoglosemar.com/berita/guru-rsbi-lemah-di-bahasa-32113.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_bertaraf_internasional